Hadits
Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu
Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu” ketegori Muslim. Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali
Nash Hadits.
1. Mengenali Sabilul Mujrimin adalah kewajiban Syar’i.
Perlu diketahui bahwa Manhaj Rabbani yang abadi yang tertuang dalam uslub Qur’ani yang diturunkan ke hati Penutup Para Nabi tersebut tidak hanya mengajarkan yang haq saja untuk mengikuti jejak orang-orang beriman . Akan tetapi juga membuka kedok kebathilan dan menyingkap kekejiannya supaya jelas jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa . Allah berfirman.
Ada sebagian cendikiawan syair menyatakan.
2. Kekokohan Kita Dihancurkan dari Dalam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda berkenan dengan keinginan kaum kafir untuk membinasakan kaum muslimin dan Islam, seperti yang dinyatakan dalam hadits Tsaubah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Kaum kafir saling menghasung untuk menjajah Islam, negeri-negerinya serta penduduknya.
Negeri-negeri muslimin adalah negeri-negeri sumber kebaikan dan barakah yang mengundang air liur kaum kafir untuk menjajahnya.
Kaum kafir mengambil potensi alam negeri muslimin tanpa rintangan dan halangan sedikitpun.
Kaum kafir tidak lagi gentar terhadap kaum Muslimin karena rasa takut mereka kepada kaum Muslimin sudah dicabut Allah dari dalam hati mereka. Padahal pada mulanya Allah menjanjikan kepada kaum Muslimin dalam firman-Nya : Artinya : Akan kami jangkitkan di dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah, dimana Allah belum pernah menurunkan satu alasanpun tentangnya . . Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : Artinya : Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku : Aku ditolong dengan rasa ketakutan dengan jarak satu bulan perjalanan ; dan dijadikan bumi untukmu sebagai tempat sujud ; …. dan seterusnya .
Akan tetapi kekhususan tersebut dibatasi oleh sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Tsauban yang lalu, yang menyatakan : Allah akan mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian … .
Dari hadits ini mengertilah kita bahwa kekuatan umat Islam bukanlah terletak pada jumlah dan perbekalannya, atau pada artileri dan logistiknya. Akan tetapi kekuatannya terletak pada aqidahnya. Seperti yang kita saksikan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab pertanyaan yang berkenan dengan jumlah, maka beliau jawab : Bahkan ketika itu kalian banyak sekali, akan tetapi kalian seperti buih di atas aliran air .
Kemudian apa yang menjadikan pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit itu seperti buih yang mengambang di atas air ?
Sesungguhnya racun yang meluruhkan kekuatan kaum muslimin dan melemahkan gerakannya serta merenggut barakahnya bukanlah senjata dan pedang kaum kafir yang bersatu untuk membuat makar terhadap Islam, para pemeluknya dan negeri-negerinya. Akan tetapi adalah racun yang sangat keji yang mengalir dalam jasad kaum muslimin yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Dakhanun Ibnu Hajar dalam Fathul Bari XIII/36 mengartikannya dengan hiqd , atau daghal , atau fasadul qalb . Semua itu mengisyaratkan bahwa kebaikan yang datang setelah keburukan tersebut tidak murni, akan tetapi keruh. Dan Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim XII/236-237, mengutip perkataan Abu ‘Ubaid yang menyatakan bahwa arti dakhanun adalah seperti yang disebut dalam hadits lain.
Dan sesungguhnya penanam racun yang keji dan menjalar di kalangan umat ini tidak lain adalah oknum-oknum dari dalam sendiri. Seperti yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Mereka adalah dari kalangan bangsa kita dan berbahasa dengan bahasa kita . Berkata Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36 : Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab . Sedangkan Al-Qabisi menyatakan -seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien kita, akan tetapi batinnya menyelisihi. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya berarti penutup badan . Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim.
3. Jama’ah minal Muslimin dan bukan Jama’ah Muslimin/’Umm.
Kalau kita mengamati kenyataan, maka kita akan melihat bahwa faham hizbiyah telah mengalir di dalam otak sebagian besar kelompok yang menekuni medan da’wah ilallah, dimana seolah-olah tidak ada kelompok lain kecuali kelompoknya, dan menafikan kelompok lain di sekitarnya. Persoalan ini terus berkembang, sehingga ada sebagian yang menda’wahkan bahwa merekalah Jama’ah Muslimin/Jama’ah ‘Umm dan pendirinya adalah imam bagi seluruh kaum muslimin, serta mewajibkan berba’iat kepadanya. Selain itu mereka mengkafirkan sawadul a’dzam muslimin, dan mewajibkan kelompok lain untuk bergabung dengan mereka serta berlindung di bawah naungan bendera mereka.
Kebanyakan mereka lupa, bahwa mereka bekerja untuk mengembalikan kejayaan Jama’atul Muslimin. Kalaulah Jama’atul Muslimin dan imam-nya itu masih ada, maka tidaklah akan terjadi ikhtilaf dan perpecahan ini dimana Allah tidak menurunkan sedikit pun keterangan tentangnya.
Sebenarnya para pengamal untuk Islam itu adalah Jama’ah minal muslimin dan bukan Jama’atul Muslimin atau Jama’atul ‘Umm , karena kaum muslimin sekarang ini tidak mempunyai Jama’ah ataupun Imam.
Ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwa yang disebut Jama’ah Muslimin adalah yang tergabung didalamnya seluruh kaum muslimin yang mempunyai imam yang melaksanakan hukum-hukum Allah. Adapun jama’ah yang bekerja untuk mengembalikan daulah khilafah, mereka adalah jama’ah minal muslimin yang wajib saling tolong menolong dalam urusannya dan menghilangkan perselisihan yang ada diantara individu supaya ada kesepakatan di bawah kalimat yang lurus dalam naungan kalimat tauhid.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : Berkata kaum , bahwa Jama’ah adalah Sawadul A’dzam. Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan .
4. Mejauhi Semua Firqah
Dinyatakan dalam hadits Hudzaifah tersebut supaya menjauhi semua firqah jika kaum muslimin tidak mempunyai jama’ah dan tidak pula imam pada hari terjadi keburukan dan fitnah. Semua firqah tersebut pada dasarnya akan menjerumuskan ke dalam kesesatan, karena mereka berkumpul di atas perkataan/teori mungkar atau perbuatan mungkar, atau hawa nafsu. Baik yang mendakwahkan mashalih atau mathami’ dan mathamih . Atau yang berkumpul di atas asas pemikiran kafir, seperti; sosialisme, komunisme, kapitalisme, dan demokrasisme. Atau yang berkumpul di atas asas kedaerahan, kesukuan, keturunan, kemadzhaban, atau yang lainnya. Sebab mereka semua itu akan menjerumuskan ke dalam neraka Jahannam, dikarenakan membawa misi selain Islam atau Islam yang sudah dirubah …!
5. Jalan Penyelesaiannya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada Hudzaifah untuk menjauhi semua firqah yang menyeru dan menjerumuskan ke neraka Jahannam, dan supaya memegang erat-erat pokok pohon hingga ajal menjemputnya sedangkan ia tetap dalam keadaan seperti itu.
Dari pernyataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Pertama.
Bahwa pernyataan itu mengandung perintah untuk melazimi Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salafuna Shalih. Hal ini seperti yang diisyaratkan dalam hadits riwayat ‘Irbadh Ibnu Sariyah.
Artinya : Barangsiapa yang masih hidup diantara kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang diada-adakan karena hal itu sesat. Dan barangsiapa yang menemui yang demikian itu, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin. Gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian .
Jika kita menggabungkan kedua hadits tersebut, yakni hadits Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhu yang berisi perintah untuk memegang pokok-pokok pohon dengan hadits ‘Irbadh ini, maka terlihat makna yang sangat dalam. Yaitu perintah untuk ber-iltizam pada As-Sunnah An-Nabawiyah dengan pemahaman Salafuna As-Shalih Ridlwanalahu Ta’ala ‘alaihim manakala muncul firqah-firqah sesat dan hilangnya Jama’ah Muslimin serta Imamnya.
Kedua.
Di sini ditunjukkan pula bahwa lafadz dalam hadits Hudzaifah tersebut tidak dapat diartikan secara dzahir hadits. Tetapi maknanya adalah perintah untuk berpegang teguh, dan bersabar dalam memegang Al-Haq serta menjauhi firqah-firqah sesat yang menyaingi Al-Haq. Atau bermakna bahwa pohon Islam yang rimbun tersebut akan ditiup badai topan hingga mematahkan cabang-cabangnya dan tidak tinggal kecuali pokok pohonnya saja yang kokoh. Oleh karena itu maka wajib setiap muslim untuk berada di bawah asuhan pokok pohon ini walaupun harus ditebus dengan jiwa dan harta. Karena badai topan itu akan datang lagi lebih dahsyat.
Ketiga.
Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mengulurkan tangannya kepada kelompok yang berpegang teguh dengan pokok pohon itu untuk menghadapi kembalinya fitnah dan bahaya bala. Kelompok ini seperti disabdakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan selalu ada dan akan selalu muncul untuk menyokong kebenaran hingga yang terakhir dibunuh dajjal.
Maraji’ :
Al Ilzamat wa at Tatabu oleh Ad-Daruquthni
Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, oleh Ibnu Katsir
Al Jami’ As Shahih, oleh Bukhari dengan Fathul Bari
Haliyatul Auliya’ oleh Abu Na’im Al- Ashbahani.
Silsilah Al-Hadits As-Shahihah, oleh Muhammad Nashiruddien Al-Albani
As-Sunnan, oleh Ibnu Majah
As-Sunnan, oleh Abu Dawud
As-Sunnan, oleh Tirmidzi
Syiar A’lam An-Nubala, oleh Adz-Dzahabi
Syarhu Sunnah, oleh Baghawi
As-Shahih, oleh Muslim bin Al-Hujjaj
‘Aunil Ma’bud, oleh Syamsul Al-Abadi
Al-Kaasyif, oleh Dzahabi
Al-Mustadrak, oleh Hakim
Al-Musnad, oleh Ahmad bin HambalTulisan ini disadur dan diringkas dari kutaib yang berjudul Qaulul Mubin fi Jama’atil Muslimin karangan Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Penerbit Maktab Islamy Riyadh tanpa tahun, dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 07/1/1414-1993 hal. 8-13
Sumber Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu : http://assunnah.or.id
ciri- ciri binatang arti radhiallahu ‘anhu hadits tentang wahn tafsir tentang kebaikan dan keburukan ciri - ciri penyakit wahn tafsir dakhanun pada hadits hudzaifah hadits tentang rasa takut hadits takut mati hadits takut mati fungsi rasul cache:6eC4mbRCkjYJ:blog re or id/ search/ sifat hiqd dalam islam hiqd
Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu” ketegori Muslim. Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali
Nash Hadits.
- Artinya : Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, da’i - da’i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu .
1. Mengenali Sabilul Mujrimin adalah kewajiban Syar’i.
Perlu diketahui bahwa Manhaj Rabbani yang abadi yang tertuang dalam uslub Qur’ani yang diturunkan ke hati Penutup Para Nabi tersebut tidak hanya mengajarkan yang haq saja untuk mengikuti jejak orang-orang beriman . Akan tetapi juga membuka kedok kebathilan dan menyingkap kekejiannya supaya jelas jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa . Allah berfirman.
- Artinya : Dan demikianlah, kami jelaskan ayat-ayat, supaya jelas jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa .
Ada sebagian cendikiawan syair menyatakan.
- Artinya : Aku kenali keburukan tidak untuk berbuat buruk, akan tetapi untuk menjaga diri .
Barangsiapa yang tidak dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan, maka akan terjerumus ke dalamnya .
2. Kekokohan Kita Dihancurkan dari Dalam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda berkenan dengan keinginan kaum kafir untuk membinasakan kaum muslimin dan Islam, seperti yang dinyatakan dalam hadits Tsaubah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
- Artinya : Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang : Apakah karena sedikitnya kami waktu itu ? Beliau bersabda : Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya : Wahai Rasulullah, apakah wahn itu ? Beliau bersabda : Mencintai dunia dan takut mati .
Dari hadits ini mengertilah kita bahwa kekuatan umat Islam bukanlah terletak pada jumlah dan perbekalannya, atau pada artileri dan logistiknya. Akan tetapi kekuatannya terletak pada aqidahnya. Seperti yang kita saksikan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab pertanyaan yang berkenan dengan jumlah, maka beliau jawab : Bahkan ketika itu kalian banyak sekali, akan tetapi kalian seperti buih di atas aliran air .
Kemudian apa yang menjadikan pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit itu seperti buih yang mengambang di atas air ?
Sesungguhnya racun yang meluruhkan kekuatan kaum muslimin dan melemahkan gerakannya serta merenggut barakahnya bukanlah senjata dan pedang kaum kafir yang bersatu untuk membuat makar terhadap Islam, para pemeluknya dan negeri-negerinya. Akan tetapi adalah racun yang sangat keji yang mengalir dalam jasad kaum muslimin yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Dakhanun Ibnu Hajar dalam Fathul Bari XIII/36 mengartikannya dengan hiqd , atau daghal , atau fasadul qalb . Semua itu mengisyaratkan bahwa kebaikan yang datang setelah keburukan tersebut tidak murni, akan tetapi keruh. Dan Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim XII/236-237, mengutip perkataan Abu ‘Ubaid yang menyatakan bahwa arti dakhanun adalah seperti yang disebut dalam hadits lain.
- Artinya : Tidak kembalinya hati pada fungsi aslinya .
Dan sesungguhnya penanam racun yang keji dan menjalar di kalangan umat ini tidak lain adalah oknum-oknum dari dalam sendiri. Seperti yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Mereka adalah dari kalangan bangsa kita dan berbahasa dengan bahasa kita . Berkata Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36 : Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab . Sedangkan Al-Qabisi menyatakan -seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien kita, akan tetapi batinnya menyelisihi. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya berarti penutup badan . Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim.
- Artinya : Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia .
3. Jama’ah minal Muslimin dan bukan Jama’ah Muslimin/’Umm.
Kalau kita mengamati kenyataan, maka kita akan melihat bahwa faham hizbiyah telah mengalir di dalam otak sebagian besar kelompok yang menekuni medan da’wah ilallah, dimana seolah-olah tidak ada kelompok lain kecuali kelompoknya, dan menafikan kelompok lain di sekitarnya. Persoalan ini terus berkembang, sehingga ada sebagian yang menda’wahkan bahwa merekalah Jama’ah Muslimin/Jama’ah ‘Umm dan pendirinya adalah imam bagi seluruh kaum muslimin, serta mewajibkan berba’iat kepadanya. Selain itu mereka mengkafirkan sawadul a’dzam muslimin, dan mewajibkan kelompok lain untuk bergabung dengan mereka serta berlindung di bawah naungan bendera mereka.
Kebanyakan mereka lupa, bahwa mereka bekerja untuk mengembalikan kejayaan Jama’atul Muslimin. Kalaulah Jama’atul Muslimin dan imam-nya itu masih ada, maka tidaklah akan terjadi ikhtilaf dan perpecahan ini dimana Allah tidak menurunkan sedikit pun keterangan tentangnya.
Sebenarnya para pengamal untuk Islam itu adalah Jama’ah minal muslimin dan bukan Jama’atul Muslimin atau Jama’atul ‘Umm , karena kaum muslimin sekarang ini tidak mempunyai Jama’ah ataupun Imam.
Ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwa yang disebut Jama’ah Muslimin adalah yang tergabung didalamnya seluruh kaum muslimin yang mempunyai imam yang melaksanakan hukum-hukum Allah. Adapun jama’ah yang bekerja untuk mengembalikan daulah khilafah, mereka adalah jama’ah minal muslimin yang wajib saling tolong menolong dalam urusannya dan menghilangkan perselisihan yang ada diantara individu supaya ada kesepakatan di bawah kalimat yang lurus dalam naungan kalimat tauhid.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : Berkata kaum , bahwa Jama’ah adalah Sawadul A’dzam. Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan .
4. Mejauhi Semua Firqah
Dinyatakan dalam hadits Hudzaifah tersebut supaya menjauhi semua firqah jika kaum muslimin tidak mempunyai jama’ah dan tidak pula imam pada hari terjadi keburukan dan fitnah. Semua firqah tersebut pada dasarnya akan menjerumuskan ke dalam kesesatan, karena mereka berkumpul di atas perkataan/teori mungkar atau perbuatan mungkar, atau hawa nafsu. Baik yang mendakwahkan mashalih atau mathami’ dan mathamih . Atau yang berkumpul di atas asas pemikiran kafir, seperti; sosialisme, komunisme, kapitalisme, dan demokrasisme. Atau yang berkumpul di atas asas kedaerahan, kesukuan, keturunan, kemadzhaban, atau yang lainnya. Sebab mereka semua itu akan menjerumuskan ke dalam neraka Jahannam, dikarenakan membawa misi selain Islam atau Islam yang sudah dirubah …!
5. Jalan Penyelesaiannya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada Hudzaifah untuk menjauhi semua firqah yang menyeru dan menjerumuskan ke neraka Jahannam, dan supaya memegang erat-erat pokok pohon hingga ajal menjemputnya sedangkan ia tetap dalam keadaan seperti itu.
Dari pernyataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Pertama.
Bahwa pernyataan itu mengandung perintah untuk melazimi Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salafuna Shalih. Hal ini seperti yang diisyaratkan dalam hadits riwayat ‘Irbadh Ibnu Sariyah.
Artinya : Barangsiapa yang masih hidup diantara kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang diada-adakan karena hal itu sesat. Dan barangsiapa yang menemui yang demikian itu, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin. Gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian .
Jika kita menggabungkan kedua hadits tersebut, yakni hadits Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhu yang berisi perintah untuk memegang pokok-pokok pohon dengan hadits ‘Irbadh ini, maka terlihat makna yang sangat dalam. Yaitu perintah untuk ber-iltizam pada As-Sunnah An-Nabawiyah dengan pemahaman Salafuna As-Shalih Ridlwanalahu Ta’ala ‘alaihim manakala muncul firqah-firqah sesat dan hilangnya Jama’ah Muslimin serta Imamnya.
Kedua.
Di sini ditunjukkan pula bahwa lafadz dalam hadits Hudzaifah tersebut tidak dapat diartikan secara dzahir hadits. Tetapi maknanya adalah perintah untuk berpegang teguh, dan bersabar dalam memegang Al-Haq serta menjauhi firqah-firqah sesat yang menyaingi Al-Haq. Atau bermakna bahwa pohon Islam yang rimbun tersebut akan ditiup badai topan hingga mematahkan cabang-cabangnya dan tidak tinggal kecuali pokok pohonnya saja yang kokoh. Oleh karena itu maka wajib setiap muslim untuk berada di bawah asuhan pokok pohon ini walaupun harus ditebus dengan jiwa dan harta. Karena badai topan itu akan datang lagi lebih dahsyat.
Ketiga.
Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mengulurkan tangannya kepada kelompok yang berpegang teguh dengan pokok pohon itu untuk menghadapi kembalinya fitnah dan bahaya bala. Kelompok ini seperti disabdakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan selalu ada dan akan selalu muncul untuk menyokong kebenaran hingga yang terakhir dibunuh dajjal.
Maraji’ :
Sumber Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu : http://assunnah.or.id
ciri- ciri binatang arti radhiallahu ‘anhu hadits tentang wahn tafsir tentang kebaikan dan keburukan ciri - ciri penyakit wahn tafsir dakhanun pada hadits hudzaifah hadits tentang rasa takut hadits takut mati hadits takut mati fungsi rasul cache:6eC4mbRCkjYJ:blog re or id/ search/ sifat hiqd dalam islam hiqd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar